Beras adalah bagian
bulir padi (
gabah) yang telah dipisah dari
sekam. Sekam (Jawa
merang) secara anatomi disebut '
palea' (bagian yang ditutupi) dan '
lemma' (bagian yang menutupi).
Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk dengan
lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang disebut beras.
Beras umumnya tumbuh sebagai
tanaman tahunan. Tanaman padi dapat tumbuh hingga setinggi 1 - 1,8 m. Daunnya panjang dan ramping dengan panjang 50 – 100 cm dan lebar 2 - 2,5 cm. Beras yang dapat dimakan berukuran panjang 5 – 12 mm dan tebal 2 – 3 mm.
Beras dari padi ketan disebut ketan.
Anatomi beras
Beras sendiri secara biologi adalah bagian biji padi yang terdiri dari
- aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit,
- endosperma, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan
- embrio, yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa sehari-hari, embrio disebut sebagai mata beras.
Sebagaimana bulir
serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh
pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung
protein,
vitamin (terutama pada bagian aleuron),
mineral, dan
air.
- amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang
- amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket
Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur
nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras.
Berbagai macam beras dan ketan di Indonesia.
Warna beras yang berbeda-beda diatur secara genetik, akibat perbedaan
gen yang mengatur warna aleuron, warna endospermia, dan komposisi pati pada endospermia.
Beras putih, sesuai namanya, berwarna putih agak transparan karena hanya memiliki sedikit aleuron, dan kandungan amilosa umumnya sekitar 20%. Beras ini mendominasi pasar beras.
Beras merah, akibat aleuronnya mengandung gen yang memproduksi antosianin yang merupakan sumber warna merah atau ungu.
Beras hitam, sangat langka, disebabkan aleuron dan endospermia memproduksi antosianin dengan intensitas tinggi sehingga berwarna ungu pekat mendekati hitam.
Ketan (atau beras ketan), berwarna putih, tidak transparan, seluruh atau hampir seluruh patinya merupakan amilopektin.
Ketan hitam, merupakan versi ketan dari beras hitam.
Menteri Pertanian (Mentan) Suswono secara resmi meluncurkan beras analog yang berbahan sagu, jagung, dan tepung singkong hasil inovasi Institut Pertanian Bogor
[1] (IPB) sebagai kebutuhan pokok pengganti beras padi. Bentuknya pun sama seperti beras padi.
Beberapa jenis beras mengeluarkan aroma wangi bila ditanak (misalnya 'Cianjur Pandanwangi' atau 'Rajalele'). Bau ini disebabkan beras melepaskan senyawa aromatik yang memberikan efek wangi. Sifat ini diatur secara genetik dan menjadi objek
rekayasa genetika beras.
Di Iran utara, di Provinsi Gilan, banyak kultivar padi Indica termasuk Gerdeh, Hashemi, Hasani, dan Gharib telah dibesarkan oleh petani.
[2]
Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok terpenting warga dunia. Beras juga digunakan sebagai bahan pembuat berbagai macam penganan dan kue-kue, utamanya dari ketan, termasuk pula untuk dijadikan
tapai. Selain itu, beras merupakan komponen penting bagi
jamu beras kencur dan
param. Minuman yang populer dari olahan beras adalah
arak dan
air tajin.
Dalam bidang industri pangan, beras diolah menjadi tepung beras. Sosohan beras (lapisan
aleuron), yang memiliki kandungan gizi tinggi, diolah menjadi tepung
bekatul (
rice bran). Bagian
embrio juga diolah menjadi
suplemen makanan dengan sebutan tepung mata beras.
Untuk kepentingan
diet, beras dijadikan sebagai salah satu sumber pangan bebas
gluten dalam bentuk berondong.
Di antara berbagai jenis beras yang ada di Indonesia, beras yang berwarna merah atau beras merah diyakini memiliki khasiat sebagai obat. Beras merah yang telah dikenal sejak tahun 2.800
SM ini, oleh para tabib saat itu dipercaya memiliki nilai nilai medis yang dapat memulihkan kembali rasa tenang dan damai. Meski, dibandingkan dengan beras putih, kandungan karbohidrat beras merah lebih rendah (78,9 gr : 75,7 gr), tetapi hasil analisis Nio (1992) menunjukkan nilai energi yang dihasilkan beras merah justru di atas beras putih (349 kal : 353 kal). Selain lebih kaya protein (6,8 gr : 8,2 gr), hal tersebut mungkin disebabkan kandungan
tiaminnya yang lebih tinggi (0,12 mg : 0,31 mg).
Kekurangan tiamin bisa mengganggu sistem
saraf dan
jantung, dalam keadaan berat dinamakan beri-beri, dengan gejala awal nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, sembelit, mudah lelah, kesemutan, jantung berdebar, dan refleks berkurang.
Unsur gizi lain yang terdapat pada beras merah adalah
fosfor (243 mg per 100 gr bahan) dan
selenium. Selenium merupakan elemen kelumit (
trace element) yang merupakan bagian esensial dari
enzim glutation peroksidase. Enzim ini berperan sebagai
katalisator dalam pemecahan peroksida menjadi ikatan yang tidak bersifat
toksik. Peroksida dapat berubah menjadi
radikal bebas yang mampu meng
oksidasiasam lemak tidak jenuh dalam membran sel hingga merusak membran tersebut, menyebabkan
kanker, dan
penyakit degeneratif lainnya. Karena kemampuannya itulah banyak pakar mengatakan bahan ini mempunyai potensi untuk mencegah penyakit kanker dan penyakit degeneratif lain.
Beras merupakan bagian integral, dapat dikatakan menjadi penciri dari
budaya Austronesia, khususnya Austronesia bagian barat. Istilah Austronesia lebih merupakan istilah yang mengacu pada aspek kebahasaan (
linguistik).
Pembedaan
padi,
gabah,
merang,
jerami, beras,
nasi, atau ketan, merupakan salah satu ciri melekatnya "budaya padi" pada masyarakat pengguna keluarga bahasa Austronesia, dan dengan demikian juga bagian dari budaya Austronesia.
Sejumlah relief pada
candi-candi di
Jawa juga memperlihatkan aspek "budaya padi" pada masyarakat setempat pada masa itu.
Budaya menanak beras hingga kini masih bisa ditemui sebagai kegiatan sehari-hari, walaupun berbagai cara
instan dicoba, misalnya, adanya inovasi makanan berbahan beras seperti
rengginang, bahkan hingga beras
merah instan, untuk mengadaptasi gaya hidup yang semakin
mobil dan
dinamis.
Produksi padi (gabah kering giling) 10 negara terbesar tahun 2009 (dalam juta metrik ton)[sunting | sunting sumber]
Produksi beras indonesia (dalam ribuan ton)[sunting | sunting sumber]
Tahun | Produksi (kiloton) | Tahun | Produksi (kiloton) | Tahun | Produksi (kiloton) | Tahun | Produksi (kiloton) |
1983 | 25.932 | 1992 | 31,356 | 2001 | 31,891 | 2009 | 40,656[6] |
1984 | 24,006 | 1993 | 31,318 | 2002 | 32,130 | 2010 | 42,43** [7] |
1985 | 26.542+ | 1994 | 30,317 | 2003 | 32,950 | 2011 | 41,32 [8] |
1986 | 27,014+ | 1995 | 32,334 | 2004 [9] | 33,490 | 2012 | 43,6 [10] |
1987 | 27,253+ | 1996 | 33,216 | 2005 | 34,120 |
1988 | 28,340 | 1997 | 31,206 | 2006 | 34,600+[11] |
1989 | 29,072 | 1998 | 31,118 | 2007 | 36,970+§ |
1990 | 29,366 | 1999 | 31,294 | 2008 | 38,078+# |
1991 | 29,047 | 2000 | 32,130 | 2008 | 40,34* |
+Swasembada beras
§Dengan asumsi produksi GKG 58.5 juta ton yang setara dengan 36,9 juta ton beras
[12]#Perkiraan BPS Maret 2009
*surplus 3 juta ton dan asumsi bahwa 63.83 juta ton GKG setara dengan 40.34 juta ton beras
[13]**67.15 juta ton GKG diasumsikan setara dengan 42.43 juta ton beras
[7]Sumber:
BPS dan The Rice Report, 2003
Impor beras indonesia (dalam ribuan ton)[sunting | sunting sumber]
Tahun | Produksi (kiloton) |
1983 | 1.169 |
1984 | 403 |
1985 | -371 (swasembada beras) |
1986 | -213 |
1987 |
1988 | 13 |
1989 | 325 |
1990 | 32 |
1991 | 179 |
1992 | 561 |
1993 | -540 |
1994 | 643 |
1995 | 3.104 |
1996 | 1.090 |
1997 | 406 |
1998 | 6.077 |
1999 | 4.183 |
2000 | 1.512 |
2001 | 1.404 |
2002 | 3.703 |
2003 | 550 [5] |
2004 | 0 (impor dilarang) |
2005 | 0 (surplus 16 ribu ton)[6] |
2006 | 150 |
2007 | 500 [7] |
2008 | 0 [8] |
2009 | 0 (perkiraan) |
Sumber: BPS dan The Rice Report, 2003